HUKUM
NIKAH
Hukum
nikah itu ada empat, kemudian ditambah satu menjadi lima, yaitu:
1.
Wajib, bagi orang yang mehrarapkan
keturunan, takut melakukan perzinahan bila tidak nikah, baik dia senang atau
tidak, sekalipun nikah itu akan memutuskan ibadah yang tidak wajib.
2.
Makruh, bagi orang yang tidak
senang nikah dan tidak mengharapkan keturunan, serta nikahnya dapat memutuskan
ibadah yang tidak wajib.
3.
Mubah, bagi orang yang tidak takut
melakukan perzinahan, tidak mengharapkan keturunan, dan tidak memutuskan yang
tidak wajib.
4.
Haram, bagi orang yang membahayakan
wanita, karena tidak mampu melakukan senggama, tidak mampu memberikannafkah
atau memperoleh pekerjaan haram, sekalipun senang nikah dan tidak takutzina.
5.
Wajib, bagi wanita yang lemah
dalam memelihara dirinya dan tidak ada benteng lain kecuali nikah.
Tambahan
hukum yang terakhir ini adalah menurut Syeh Ibnu Urfah, yang memandang dari
satu segi wajah lain dalam kewajiban nikah bagi wanita.
Selanjutnya,
didalam pembagian hukum nikah yang lima ini Syeh Al Alamah Al-Jidari
rahimahumullohu menazamkan dalam bentuk bahar Rozaj sebagai berikut, yang
artinya:
“Takut
zina, orang wajib kawin; kapan saja waktunya, asalkan mungkin Wajib kawin bagi
wanita yang tiada harta; tiada yang memberi nafkah, selain pria. Jika wajib
diabaikan, nafkah istri dari haram; sepakatlah ulama, nikah hukumnya haram.
Senang kawin, senang anak, sunahlah nikah; walaupun tersia-sia amal tak wajib,
sebab nikah. Jika sunah diabaikan, tak ingin kawin dan keturunan; maka
makruhlah hukumnya, bila nikah dilakukan. Bila yang menyebabkan hukum menjadi
tak ada; maka kawin atau tidak, hukumnya mubah.”
Adapun
yang diperselisihkan adalah, apakah nikah lebih utama daripada meninggalkannya
karena terus menerus beribadah? Menurut pendapat yang lebih unggul, adalah kedua-duanya.
Karena nikah itu tidak dapat menghalangi untuk melakukan ibadah secara terus
menerus.
Telah
ditetapkan bahwa rukun nikah itu ada lima, yaitu:
1.
Calon suami
2.
Wali yang keduanya disebut dua
pengakat
3.
Calon istri
4.
Mahar yang keduanya disebut, dua yang
abadi. Baik mahar (maskawin) secara nash (jelas) seperti nikah yang
menyerahkan mahar dan sighat.
5.
Dua orang saksi
No comments:
Post a Comment