22/07/2016

Hukum Nikah



HUKUM NIKAH

                Hukum nikah itu ada empat, kemudian ditambah satu menjadi lima, yaitu:
1.       Wajib, bagi orang yang mehrarapkan keturunan, takut melakukan perzinahan bila tidak nikah, baik dia senang atau tidak, sekalipun nikah itu akan memutuskan ibadah yang tidak wajib.
2.       Makruh, bagi orang yang tidak senang nikah dan tidak mengharapkan keturunan, serta nikahnya dapat memutuskan ibadah yang tidak wajib.
3.       Mubah, bagi orang yang tidak takut melakukan perzinahan, tidak mengharapkan keturunan, dan tidak memutuskan yang tidak wajib.
4.       Haram, bagi orang yang membahayakan wanita, karena tidak mampu melakukan senggama, tidak mampu memberikannafkah atau memperoleh pekerjaan haram, sekalipun senang nikah dan tidak takutzina.
5.       Wajib, bagi wanita yang lemah dalam memelihara dirinya dan tidak ada benteng lain kecuali nikah.
Tambahan hukum yang terakhir ini adalah menurut Syeh Ibnu Urfah, yang memandang dari satu segi wajah lain dalam kewajiban nikah bagi wanita.
Selanjutnya, didalam pembagian hukum nikah yang lima ini Syeh Al Alamah Al-Jidari rahimahumullohu menazamkan dalam bentuk bahar Rozaj sebagai berikut, yang artinya:
“Takut zina, orang wajib kawin; kapan saja waktunya, asalkan mungkin Wajib kawin bagi wanita yang tiada harta; tiada yang memberi nafkah, selain pria. Jika wajib diabaikan, nafkah istri dari haram; sepakatlah ulama, nikah hukumnya haram. Senang kawin, senang anak, sunahlah nikah; walaupun tersia-sia amal tak wajib, sebab nikah. Jika sunah diabaikan, tak ingin kawin dan keturunan; maka makruhlah hukumnya, bila nikah dilakukan. Bila yang menyebabkan hukum menjadi tak ada; maka kawin atau tidak, hukumnya mubah.”
Adapun yang diperselisihkan adalah, apakah nikah lebih utama daripada meninggalkannya karena terus menerus beribadah? Menurut pendapat yang lebih unggul, adalah kedua-duanya. Karena nikah itu tidak dapat menghalangi untuk melakukan ibadah secara terus menerus.
Telah ditetapkan bahwa rukun nikah itu ada lima, yaitu:
1.       Calon suami
2.       Wali yang keduanya disebut dua pengakat
3.       Calon istri
4.       Mahar yang keduanya disebut, dua yang abadi. Baik mahar (maskawin) secara nash (jelas) seperti nikah yang menyerahkan  mahar dan sighat.
5.       Dua orang saksi